5 Hal Tentang Superfood Tidak Seindah Namanya

Memperparah deforestasi, Yuk kita simak dan ulas bersama – sama artikel 5 hal tentang superfood yang tidak seindah namanya.

VipDominoLounge – Sejak beberapa tahun lalu. Superfood masuk dalam salah satu isu paling santer dikampanyekan. Bahan makanan dengan kandungan nutrisi super melebihi bahan makanan lain tersebut sudah mengubah pola konsumsi banyak orang di dunia.

Namun, apakah benar superfood seperkasa itu? Nyatanya banyak hal yang perlu kamu pertimbangkan ulang. Termasuk sisi gelapnya. Baca baik-baik. PokerOnline

Berikut ini 5 hal tentang superfood yang tidak seindah namanya

1. Superfood adalah mitos

5 Hal Tentang Superfood

Para ahli dan peneliti menganggap bahwa superfood hanyalah nomenklatur bisnis atau marketing. Dengan label superfood, sebuah makanan bisa dihargai lebih tinggi dan akan lebih laku di pasaran. Semua bahan makanan dari alam secara natural memiliki kandungan yang berbeda-beda dan tidak ada yang memiliki segalanya.

2. Superfood bukan satu-satunya sumber nutrisi

5 Hal Tentang Superfood

Sejalan dengan penjelasan sebelumnya, superfood seperti quinoa, zaitun, kakao, kale, beri, kacang almond hingga alpukat memang kaya antioksidan dan vitamin. Namun, bukan berarti kamu tidak membutuhkan wortel, buncis, mangga, susu, dan buah-buahan lain.

Mustahil bagi seseorang untuk mengonsumsi superfood sebagai bahan makanan harian tanpa asupan bahan makanan lain.

3. Memperparah deforestasi

5 Hal Tentang Superfood

Kebanyakan superfood hanya bisa tumbuh di lokasi-lokasi tertentu, terutama wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Tak heran harganya pun cukup mahal.

Apalagi sudah jadi wawasan umum bahwa pertanian banyak sekali menyerap sumber air tanah dan merusak kualitas tanah. Itulah yang kemudian membuat beberapa produk pertanian membutuhkan lahan baru.

4. Proses produksinya tidak selalu ethical

Proses produksi superfood juga sering disorot karena kurang etis. Tidak ramah lingkungan sudah jelas terbukti. Selain itu, harga superfood yang tinggi tidak sebanding dengan kesejahteraan petani dan pekerja yang terlibat dalam proses produksinya.

Dari jurnal yang ditulis Ainhoa Magrach dan María José Sanz. Banyak petani alpukat di Amerika Selatan yang harus berurusan dengan kartel saat akan mengekspor produk mereka. The New York Times juga sempat menyorot kehidupan petani delima di Afghanistan yang keberlangsungan produksinya sering terhambat konflik antara Taliban dan pemerintah. Belum lagi eksploitasi kera di perkebunan kelapa di Asia Tenggara dan India.

5. Solusinya, pertahankan konsumsi bahan makanan lokal

Sebenarnya Indonesia bukan negara konsumen superfood terbesar. Namun, alangkah baiknya kita mempertahankan pola konsumsi yang sudah ada, yaitu membeli bahan makanan lokal di pasar terdekat. Tidak perlu selalu membeli superfood impor hanya karena termakan nomenklatur marketing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *